Euforia peluncuran layanan selular generasi keempat (4G) LTE masih terasa, apalagi setelah spektrum 1800 MHz dibuka mulai dari kawasan Indonesia bagian timur yang dipusatkan di Makassar saat Ramadhan lalu. Saat ini penggunaan frekuensi 1800 MHz untuk LTE menjelajah ke pulau Sumatra, lalu Jawa yang dimulai dari Jawa Timur sampai Jawa Barat serta Banten dan terakhir Jabodetabek pada bulan November.
Makin luasnya layanan 4G LTE lewat spektrum 900 MHz menimbulkan harapan yang terlalu besar di masyarakat, ketika frekuensi 1800 MHz juga dibuka untuk 4G LTE. Selama ini mereka merasakan kenikmatan berselancar di 4G pada frekuensi 900 MHz sehingga mulai ketagihan mendapat kecepatan yang lebih baik.
Kenikmatan pelanggan ini yang mesti dikelola baik oleh pemerintah sebagai regulator maupun operator, agar tidak menimbulkan kekecewaan. Menurunkan tingkat layanan hanya sekedar untuk menambah jumlah pelanggan 4G, sama sekali bukan hal yang diinginkan oleh masyarakat.
Penggunaan rentang frekuensi 900 MHz untuk 4G LTE memang masih agak mengecewakan, sebab pita selebar 25 MHz di spektrum ini hanya dimiliki oleh tiga operator, PT Telkomsel (7.5 MHz), PT XL Axiata (7.5 MHz), dan PT Indosat (10 MHz) sehingga masing - masing paling banyak hanya dapat menggunakan 5 MHz di antaranya.
Padahal layanan 4G LTE akan memadai jika operator memiliki sedikitnya 20 MHz dan ketersediaan 5 MHz hanya dapat meluncurkan kecepatan unduh maksimal 36 Mbps (Mega Bit per detik). Dengan 20 MHz, pelanggan bisa mengunduh file sampai dengan 300 Mbps, dan akan lebih lagi jika dilakukan CA (Carrier Aggregation), menggabungkan dua atau tiga spektrum sekaligus.
Misalnya, 5 MHz di 900 MHz dengan 5 MHz di 1800 MHz bisa didapat kecepatan unduh sampai 100 MHz, akan lebih lagi jika digunakan 10 MHz atau 15 MHz di 100 MHz atau 15 MHz di 1800 MHz atau di 2.1 GHz. Frekuensi yang terakhir ini, 2.1 GHz yang kini digunakan untuk layanan 3G baru akan dibuka untuk layanan 4G LTE tahun depan, setelah kawasan Jabodetabek terbuka untuk 1800 MHz pada November mendatang.
Saat ini, hampir semua operator menyatakan kekurangan sumber daya frekuensi. Terutama di rentang 1800 MHz sementara di rentang 900 MHz sudah tidak mungkin ada penambahan lebar pita terkecuali 25 MHz yang sudah digunakan.
Tetapi di lapangan, kekurangan lebar frekuensi hanya terjadi di perkotaan, tidak di daerah pinggiran atau daerah renggang penduduk. Ini karena semua pelanggan pengguna layanan generasi kedua (2G) menduduki seluruh kapasitas di rentang frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz, kecuali di PT XL Axiata yang berkelimpahan frekuensi 1800 MHz.
Ada upaya operator untuk memindahkan pelanggan langsung dari layanan 2G ke 4G LTE tanpa lewat 3G, dengan beberapa bonus. Selain data menyebutkan bahwa keberadaan ponsel pintar yang dapat digunakan untuk 4G makin lama makin banyak karena harga yang semakin terjangkau. Penggunaan SMS pun makin sedikit dengan adanya layanan berbasis pita lebar seperti WAP dan LINE yang gratis.
Kerja Sama dengan MVNO
Saat ini di spektrum 1800 MHz yang keseluruhan berjumlah 75 MHz sudah habis. bahkan tanpa menyisakan spektrum penjaga (guard band). Dari jumlah itu, masing - masing 22.5 MHz dimiliki PT Telkomsel dan PT XL Axiata, 20 MHz dimiliki PT Indosat, dan sisanya 10 MHz punya PT Hutchison Tri Indonesia (HTI) yang tidak kebagian 900 MHz.Keempat operator tadi punya frekuensi di rentang 2100 MHz (2.1 GHz) untuk layanan 3G yang masih banyak menganggur. Telkomsel dan XL Xiata punya masing - masing 15 MHz, PT Indosat dan HTI punya masing - masing 10 MHz. Ada sisanya 10 MHz (kanal 11 dan kanal 12) bekas Axis, PT XL Axiata, dikembalikan kepada negara dan akan dilelang pemerintah tahun depan.
Ada keinginan PT Indosat dan PT Telkomsel, juga HTI ikut lelang untuk mendapatkan dua kanal terakhir tadi. Namun, operator masih meragukan kebersihan kanal 12 yang sangat berdekatan dengan spektrum 1900 MHz milik PT Smartfren sehingga sering menimbulkan gangguan. Memang operator milik PT Sinar Mas itu diharuskan pindah ke spektrum 2300 MHz dan disana mereka mendapat pita selebar 30 MHz, namun itu baru akan tuntas pada akhir 2016 atau 2017.
Kekurangan frekuensi membuat operator melirik kemungkinan - kemungkinan frekuensi lain disamping mengoptimalkan frekuensi yang sudah ada. Wacana meraih frekuensi 2300 MHz seperti yang dimiliki PT Smartfren dan Internux (Bolt - 30 MHz), juga mengemuka. Masalahnya, di spektrum 2300 MHz, kini hanya tersisa pita selebar 30 MHz, yang tidak akan cukup jika digunakan oleh lebih dari dua operator.
Spektrum frekuensi 700 MHz, yang dinilai paling ideal untuk layanan 4G LTE, entah kapan bisa dimanfaatkan selular. Masalahnya, ketika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan operator televisi pengguna frekuensi ini, operator kurang bergairah mengurusinya, atau memperkirakan kapan mereka akan membukanya untuk layanan 4G LTE, kecuali setelah tahun 2018.
Padahal spektrum 700 MHz paling diminati di dunia karena daya jangkaunya, radiusnya, cukup luas dan jauh sehingga investasinya lebih murah dibandingkan dengan frekuensi manapun yang sudah digunakan, baik 900 MHz, 1800 MHz, 2.1 GHz, atau 2.3 GHz. Frekuensi 800 MHz atau 850 MHz yang banyak dibicarakan, juga termasuk murah investasi, dan hanya tersedia 20 MHz yang sudah dibagi habis untuk PT Bakrie Telecom, PT Telkom (diberikan ke PT Telkomsel untuk layanan e-GSM), PT Indosat, dan PT Smartfren.
Saat ini paling mungkin adalah mengoptimalkan rentang frekuensi yang dimiliki selain mungkin dengan membuka kerja sama dengan MVNO (Mobile Virtual Network Operator), terutama untuk optimalisasi frekuensi di kawasan kurang padat.
Sumber : Majalah Sinyal edisi 230/XI 14 - 27 Agustus 2015
Penulis : Moch S Hendrowijono
Disadur oleh : Ryan Anggasaputra
Euforia di 4G LTE yang Mesti Dikelola
Reviewed by Ryan Angga
on
8:03:00 PM
Rating:
No comments:
Post a Comment